2.2 Siklus Pendapatan dan Penerimaan Regional
Tujuan akhir dari pengukuran PDRB adalah untuk menghitung besarnya pendapatan yang diterima oleh masyarakat di suatu wilayah. Pendapatan yang diterima inilah yang akan menjadi dasar ukuran kemakmuran suatu wilayah, karena dengan adanya pendapatan masyarakat dapat membiayai kebutuhannya. Pendapatan tercipta Kerangka Dasar Proses Ekonomi akibat adanya proses produksi, dimana kemudian pendapatan tersebut akan digunakan oleh masyarakat sebagai sumber pembiayaan konsumsinya. Pendapatan yang berasal dari kompensasi faktor produksi (active income) ini akan didistribusikan kembali di antara kelompok masyarakat dalam bentuk hibah atau tranfer, atau pemberian dalam bentuk lain (natura) secara cuma-cuma yang bersifat tidak mengikat.
Dalam kenyataannya, pendapatan yang dihasilkan oleh suatu wilayah belum tentu seluruhnya dapat dinikmati dan digunakan oleh masyarakat di wilayah tersebut. Ada sebagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah, begitu pula sebaliknya, ada pula pendapatan yang berasal dari wilayah lain yang dinikmati oleh masyarakat di wilayah tersebut. Implikasi dari kondisi tersebut adalah terjadinya aliran pendapatan antarwilayah, atau timbulnya arus pendapatan yang mengalir dari suatu daerah ke daerah lainnya, sebagaimana dijelaskan pada diagram berikut ini. Pendapatan yang mengalir antarwilayah tersebut dapat berupa pendapatan faktor itu sendiri (distribusi primer) atau redistribusi pendapatan (distribusi sekunder), antarpelaku ekonomi maupun antar wilayah dalam bentuk pemberian atau penerimaan
Diagram 3. Arus Pendapatan Faktor Regional
hibah atau transfer. Dengan demikian maka untuk memperoleh gambaran penerimaan masyarakat yang sesungguhnya (pendapatan disposabel) harus diperhitungkan pula aliran pendapatan yang mengalir keluar maupun yang masuk ke wilayah tersebut, baik dalam bentuk pendapatan faktor (neto) maupun transfer/hibah (neto). Pendapatan masyarakat yang berupa balas jasa faktor produksi, baik yang berasal dari wilayah tersebut maupun yang berasal dari wilayah lain dikurangi dengan pendapatan yang dibayarkan ke wilayah lain (faktor produksi dimiliki oleh wilayah lain), disebut sebagai pendapatan regional (neto). Kemudian, pendapatan regional yang ditambah dengan “transfer” yang diterima dikurangi dengan transfer yang dibayar ke wilayah lain disebut sebagai penerimaan disposabel regional (neto). Penerimaan atas pendapatan faktor milik sendiri maupun yang diterima dari pendapatan faktor pihak lain digambarkan sebagai penerimaan masyarakat yang benar-benar dapat dibelanjakan dan dinikmati masyarakat di wilayah tersebut (disposable income) .
Transfer merupakan mekanisme pendistribusian atau pengalokasian kembali pendapatan faktor yang diberikan oleh pemilik faktor produksi kepada pihak lain secara cuma-cuma, atau tanpa adanya suatu kewajiban; diartikan juga sebagai pemberian yang bersifat tidak mengikat yang digambarkan sebagai cara redistribusi pendapatan masyarakat sebagai akibat dari adanya dorongan, motivasi serta tindakan sosial. Transfer yang dimaksud di sini adalah transfer berjalan (current transfer) seperti halnya sumbangan bencana alam, sumbangan pendidikan, sumbangan kesehatan dan sebagainya. Dilihat dari lalu lintasnya maka transfer dapat terjadi antara rumah tangga dengan rumah tangga, antara rumah tangga dan pemerintah, antarpemerintah, antara rumah tangga dan perusahaan, antarperusahaan serta antara perusahaan dan pemerintah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendapatan yang diterima masyarakat yang diturunkan dari berbagai sektor ekonomi produksi, akan didistribusikan atau dialokasikan kembali kepada pihak-pihak lain di dalam wilayah maupun ke/dari wilayah lain. Relokasi pendapatan dalam bentuk transfer akan menyebabkan terjadinya transaksi penerimaan bagi kelompok penerima pendapatan, meskipun mungkin juga diterima oleh kelompok pencipta pendapatan itu. Sebagai contoh ada orang yang mempunyai pendapatan sebagai pemilik faktor produksi tetapi juga menerima bagian dari pendapatan milik pihak lain dalam bentuk hadiah atau sumbangan. Dari kronologi transaksi tersebut dapat disimpulkan bahwa PDRB menurut sektor produksi (pendekatan nilai tambah) lebih mencerminkan tentang tingkat produktivitas suatu daerah/wilayah; Data tersebut menjelaskan tentang kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan output (produk) serta dalam menciptakan nilai tambah; sedangkan PDRB menurut penggunaan lebih menggambarkan tentang bagian dari produk regional yang digunakan untuk keperluan konsumsi akhir, pembentukan modal serta yang diekspor. Untuk melihat peran ekonomi domestik maka total PDRB tersebut harus dikurangi dengan impor.
Diagram 4. Alur Pendapatan dan Penerimaan Regional
Lebih jauh, PDRB dari sisi penggunaan dapat pula diartikan sebagai kemampuan masyarakat dalam menggunakan pendapatannya untuk keperluan konsumsi maupun untuk tabungan, yang merupakan sumber investasi domestik (dilihat dari aspek moneter). Sementara itu transaksi ekspor dan impor lebih menggambarkan tentang kemampuan daerah dalam menciptakan pendapatan yang berasal dari transaksi perdagangan dengan wilayah lain, termasuk luar negeri (external transaction); sedangkan PDRB menurut pendekatan pendapatan lebih menekankan tentang aspek pemerataan pendapatan (pengukuran PDRB dengan pendekatan pendapatan tidak dibahas lebihjauh dalam pedoman ini).
Model arus transaksi yang sama berlaku pula bagi kegiatan dalam proses distribusi (primary distribution) serta redistribusi pendapatan (pengalokasian kepada pihak lain atau disebut sebagai transfer). Proses ini bisa juga terjadi antardaerah atau antarwilayah, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap struktur pendapatan atau penerimaan daerah. Dengan demikian maka sebenarnya data agregat makro penerimaan/pendapatan disposabel regional (regional disposable income) dapat lebih menggambarkan informasi tentang tingkat kemakmuran atau kesejahteraan sebagai dampak pembangunan, yang benar-benar potensial untuk dinikmati atau diakses oleh masyarakat.
Apabila dilihat dari ukuran pemerataan orang per orang (nilai rata-rata), maka PDRB per-kapita12 yang disebut sebagai ukuran produktivitas tersebut sebenarnya menggambarkan tingkat kemampuan potensial setiap individu di wilayahnya untuk menghasilkan produk atau menciptakan nilai tambah; Sedangkan pendapatan regional per kapita yang disebut sebagai ukuran kemakmuran menggambarkan tingkat kesejahteraan/kemakmuran potensial yang dapat dinikmati oleh setiap individu di wilayah tersebut, tanpa perlu membedakan faktor jabatan, usia, jenis kelamin, suku bangsa, ataupun aspek sosial-ekonomi lainnya.
2.3. Pencatatan Dalam Sistem Neraca
Menurut konsep SNA, transaksi dalam bentuk arus (flow) dicatat atas dasar accrual basis (basis akrual), yaitu pencatatan yang dilakukan pada saat terjadinya atau adanya suatu transaksi, bukan pada konsep cash basis (basis tunai) atau pada saat terjadinya pembayaran (pertukaran dengan menggunakan uang). Penghitungan secara akrual ini mencatat arus pada saat mana nilai ekonominya terjadi, bertransformasi, serta berubah atau hilang/punah. Jenis prinsip pencatatan ini khususnya digunakan untuk mengaitkan antara transaksi dan arus pada suatu periode akuntansi tertentu. Dengan menggunakan cara ini transaksi maupun arus lainnya dapat langsung dibandingkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam neraca kekayaan (neto). Penghitungan secara akrual ini umumnya diterapkan untuk transaksi arus yang bersifat non-moneter. Sebaliknya perhitungan secara basis tunai (cash basis) hanya mencatat adanya aliran uang tunai (cash flow) saja, yaitu ketika uang berpindah tangan dari pembayar ke pihak penerima (tidak akan ada pencatatan arus yang bersifat non-moneter). Pencatatan transaksi atas basis tunai digunakan untuk analisis tertentu yang berkaitan dengan masalah moneter, contohnya adalah pencatatan dalam neraca keuangan pemerintahan dan neraca pembayaran luar negeri (balance of payment)14. Karena apabila data tersebut akan digunakan dalam penyusunan PDRB harus dilakukan penyesuaian, supaya seragam dengan konsep yang berlaku.
Pencatatan output suatu komoditi yang terdiri dari barang dan jasa, pada dasarnya dilakukan pada waktu barang dan jasa tersebut selesai diproduksi, bukan pada saat mana terjadi transaksi pembayarannya. Begitu pula halnya dengan penggunaan atau konsumsi yang seharusnya dicatat pada saat barang dan jasa15 tersebut dikonsumsi atau digunakan. Dengan demikian seluruh produk barang dan jasa yang digunakan sebagai konsumsi akhir di sini sebaiknya dicatat pada saat dibeli untuk tujuan digunakan. Seluruh produk tersebut dinilai atas dasar harga pembelian yaitu harga yang dibayarkan pada pihak lain. Harga pembelian adalah harga produsen ditambah dengan marjin perdagangan, penyaluran serta marjin pengangkutan.
Pencatatan marjin tersebut adalah pada waktu barang tersebut diperdagangkan dan dijual di pasar serta diangkut ke tempat konsumen. Dalam banyak kasus, khususnya ketika harta (asset) dipertukarkan dengan uang tunai, penghitungan dengan basis akrual dan basis tunai akan menghasilkan nilai yang sama. Namun penghitungan secara akrual biasanya relevan ketika harta tidak segera ditukar dengan uang tunai, seperti penjualan dengan pembayaran yang ditangguhkan, pencatatan bagi transaksi internal (seperti penambahan output untuk persediaan) dan bagi pencatatan transfer yang bersifat tidak cuma-cuma (seperti pajak yang harus dicatat ketika jatuh tempo, bukan ketika pembayaran terjadi).
Berikut ini ada beberapa peraturan umum yang perlu diterapkan berkaitan dengan waktu pencatatan transaksi:
a. Transaksi barang dan jasa dicatat pada saat kepemilikan barang berubah atau pada saat jasa dilaksanakan. Satu-satunya pengecualian adalah dalam kasus pembangunan gedung dan konstruksi, di mana transaksi dianggap terjadi ketika pekerjaan sedang berlangsung.
b. Transaksi distributif dicatat pada saat kewajiban pembayaran terjadi. Sebagai contoh adalah upah/gaji pegawai, bunga, sewa tanah, sumbangan sosial yang harus dicatat pada periode ketika muncul kewajiban pembayaran. Hal yang samajuga berlaku bagi pajak produksi dan subsidi yang seharusnya dicatat pada saat transaksi terkait terjadi.
c. Demikian juga dengan transaksi finansial yang seharusnya dicatat pada saat terjadi perubahan atas kepemilikan.
2.4. Sistem Penilaian
Barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi pada dasarnya dinilai atas dasar harga produsen. Harga produsen adalah suatu harga yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak produsen dengan pihak pembeli. Harga tersebut merupakan nilai yang akan diterima oleh produsen yang terjadi pada pasar atau transaksi pertama, atas penjualan barang dan jasa tersebut. Harga ini mencakup semua biaya yang dikeluarkan oleh produsen untuk memproduksi barang dan jasa tersebut, termasuk di dalamnya keuntungan normal (yang diharapkan) serta pajak-pajak yang dibayarkan dikurangi dengan subsidi (apabila ada). Harga produsen atas produk tersebut (barang) tidak termasuk marjin perdagangan/penyaluran serta biaya transportasi atau pengangkutan pada waktu produsen menyerahkan barang tersebut pada pihak lain, selama kegiatan tersebut tidak menjadi satu satuan usaha dengan kegiatan proses produksinya.
Berbeda dengan barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen, barang dan jasa yang dikonsumsi atau yang digunakan oleh konsumen16 pada prinsipnya harus dinilai atas dasar harga pembelian, yakni sejumlah harga yang harus dibayar oleh konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa tersebut. Dalam harga pembelian ini termasuk unsur marjin perdagangan dan penyaluran serta biaya pengangkutan yang menjadikannya lebih tinggi daripada harga produsen. Dalam hal penggunaan produksi yang berbentuk jasa, harga produsen sama besarnya dengan harga pembeli atau konsumen karena jasa dapat langsung dikonsumsi pada saat yang sama tanpa melalui jalur perdagangan dan pengangkutan, meskipun harga bisa termasuk komisi pihak ketiga sebagai perantara.
Dalam struktur PDRB menurut penggunaan/pengeluaran, setiap komponen penggunaan seperti pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non-profit serta konsumsi pemerintah semua dinilai menggunakan harga pembeli. Pembentukan modal tetap bruto dinilai setelah barang tersebut menjadi investasi (fisik), yang juga dinilai atas dasar harga pembeli. Ekspor dan impor dinilai pada harga setelah barang dan jasa tersebut sampai di tangan konsumen dan siap dipergunakan oleh konsumen atau dinilai pada harga pembeli. Apabila komoditas impor masih dinilai atas dasar harga F.O.B, maka harus dinilai atas dasar harga pembeli ketika sampai di tangan konsumen, artinya ke dalam harga pokok tersebut harus ditambahkan marjin perdagangan, penyaluran (distribusi) serta pengangkutan.
2.5. Pengertian PDRB
Kalau PDB (Produk Domestik Bruto) berkaitan dengan penyediaan informasi/data ekonomi makro di tingkat nasional maka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) merupakan perluasannya di tingkat propinsi dan atau kabupaten/kota. Seperti PDB, PDRB dihitung melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu (a) pendekatan produksi yang menghitung pendapatan wilayah berdasarkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan seluruh sektor ekonomi dalam wilayah (b) pendekatan pendapatan yang menjelaskan tentang struktur/komposisi pendapatan masyarakat wilayah, serta (c) pendekatan penggunaan/pengeluaran yang menjelaskan tentang penggunaan akhir dari pendapatan masyarakat. Selama ini pendekatan pertama dan ketiga umumnya sudah dikembangkan, sedangkan pendekatan yang kedua baru mulai akan dikembangkan, agar dapat diketahui penerapan ketiga pendekatan tersebut menghasilkan informasi yang konsisten satu sama lain. Karena itu baik PDB maupun PDRB18 merupakan perangkat data ekonomi makro yang diturunkan dari Sistem Neraca Nasional, yang menyajikan berbagai indikator ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan proses produksi serta kaitannya dengan proses konsumsi (akhir) dan investasi (fisik).
Dalam pengertian sederhana, ketiga pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tiga konsep yaitu banyaknya barang dan jasa yang diproduksikan, besarnya pendapatan yang diterima dan penggunaan pendapatan tersebut. Hubungan tersebut dapat digambarkan melalui suatu persamaan matematis sederhana. Sebagaimana kompilasi pada tingkat nasional (PDB), kompilasi pada tingkat wilayah (PDRB) juga dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan serupa yaitu, kompilasi PDRB dari sisi sektor (supply side), sisi penggunaan (demand side) dan sisi pendapatan (income side). Pertemuan antara ketiga dimensi perilaku tersebut dikenal sebagai titik keseimbangan umum antara sisi penyediaan dan permintaan di tingkat makro/semi makro (general equilbrium). Ketidakseimbangan yang terjadi antara dua titik tersebut diartikan sebagai surplus atau defisitnya suatu daerah.
PDRB sisi sektoral (penyediaan) pada intinya menjelaskan tentang besarnya nilai tambah19 yang dihasilkan dari berbagai aktivitas ekonomi yang berada di wilayah yang bersangkutan. Dari sisi ini dapat diketahui data agregat turunannya seperti struktur ekonomi (harga berlaku), pertumbuhan ekonomi (harga konstan) dan indeks implicit PDRB (harga berlaku dan harga konstan). Selain itu, dapat pula dihitung PDRB per kapita, sebagai indikator yang menjelaskan tingkat kemakmuran orang per orang yang diperoleh dari hasil pembangunan ekonomi20. Pendekatan penyediaan sudah diaplikasikan bertahun-tahun sehingga lebih dikenal daripada pendekatan penggunaan yang akan dibahas lebih jauh dalam pedoman ini. Tatacara penyusunan PDRB dari sisi sektoral telah dituangkan dalam buku pedoman yang terpisah.
Dilihat dari sisi permintaan atau penggunaan akhir, PDRB menurunkan agregatagregat makro mengenai struktur/komposisi permintaan atau penggunaan akhir masing-masing komponen, pertumbuhan “riil”, serta indeks harga implisit. Komponen penggunaan akhir meliputi konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non-profit pelayan rumah tangga (LNPRT), konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), perubahan inventori21, serta permintaan luar negeri (ekspor dan impor). Melalui pendekatan ini akan dapat diketahui perilaku masyarakat dalam menggunakan pendapatannya, apakah hanya untuk tujuan konsumsi akhir atau juga untuk investasi. Selain itu juga dapat diketahui besar ketergantungan ekonomi domestik (wilayah) terhadap wilayah lain dalam bentuk perdagangan barang dan jasa (transaksi eksternal).
Dengan demikian apabila pengukuran PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan, maka secara langsung akan ditunjukkan adanya keterkaitan antara nilai tambah yang diproduksikan oleh berbagai sektor ekonomi dengan pendapatan (proksi) yang diterima oleh masyarakat, serta bagaimana masyarakat menggunakan pendapatannya untuk membiayai seluruh konsumsinya. Selain itu untuk menghitung pengaruh luar negeri atau luar wilayah terhadap pendapatan masyarakat di wilayah tersebut harus pula diperhitungkan pendapatan neto luar negeri (pendapatan yang diterima domestik dikurangi yang dibayar ke luar wilayah), serta transfer transaksiberjalan untuk memperoleh gambaran tentang pendapatan yang benar-benar diterima di wilayah (pendapatan disposibel).
2.6. Analisis Keyneysian
Penghitungan PDRB dari sisi penggunaan ini lebih menjelaskan tentang bagaimana pendapatan yang diciptakan melalui proses ekonomi dari berbagai macam sektor produksi digunakan oleh masyarakat22 untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhirnya. Atau pada pengertian lain PDRB menurut penggunaan ini menjelaskan tentang penggunaan sebagian besar produk domestik untuk keperluan konsumsi akhir, atau dengan istilah lain23 disebut juga sebagai output akhir (final output). Hubungan antara sisi pendapatan dengan sisi pengeluaran atau penggunaan akhir berbagai produk barang dan jasa, baik yang berasal dari produksi domestik maupun impor (termasuk yang diekspor) merupakan model sederhana PDRB ditinjau dari kedua sisi tersebut.
Hubungan tersebut dinyatakan dalam model Keynesian dengan persamaan sebagai
berikut:
Y = C +GFCF + DInvent+ X -M
di mana:
Y (Income) = PDRB
C (Consumption) = Konsumsi akhir
GFCF (Gross Fixed Capital Formation) = Pembentukan Modal Tetap Bruto
F Invent = Perubahan Inventori
X = Ekspor
0 komentar:
Posting Komentar