Dikisahkan dari Mubarok (ayahanda Abdulloh Ibnu al-Mubarok) bahwasanya ia pernah bekerja di sebuah kebun milik seorang majikan. Suatu ketika majikannya (yaitu pemilik kebun tadi) datang kepadanya dan mengatakan, “Hai Mubarok, aku ingin satu buah delima yang manis. Tolong ambilkan..!!”
Mubarok-pun bergegas menuju salah satu pohon dan mengambilkan delima darinya. Majikan tadi lantas memecahnya, ternyata yang ia dapati buah Delima yang diambilkan Mubarok belum begitu matang dan rasanyapun masih masam. Ia-pun marah kepada Mubarok sambil mengatakan, “Aku minta buah yang manis malah kau beri yang masih masam! Cepat ambilkan yang manis!”
Mubarok-pun beranjak dan memetik dari pohon yang lain. Setelah dipecah sang majikan, didapati rasanya sama. Masih masam. Kontan, majikannya tambah marah. Ia menyuruh Mubarok melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, majikannya mencicipinya lagi. Ternyata, masih juga didapati delima yang masam rasanya. Majikannya lalu bertanya,”Kamu ini pegawai macam apa? Apa tidak tahu mana delima yang manis dan yang masih masam?”
Mubarok menjawab. “Tidak.”
“Bagaimana bisa engkau tidak mengetahuinya?” tanya Majikan.
“Sebab selama aku di sini aku tidak pernah makan buah dari kebun ini.” kata Mubarok.
“Kenapa engkau tidak mencoba mencicipinya?” tanya majikannya lagi.
“Karena anda belum mengijinkan aku makan dari kebun ini. Dan aku tidak akan memakan makanan hingga aku mengetahui kehalalannya yaitu dengan seijinmu.” Jawab Mubarok. Pemilik kebun tadi terheran-heran dengan jawabannya itu. Tatkala ia tahu akan kejujuran dan kehati-hatian budaknya ini, Mubarok menjadi amat mulia dalam pandangan matanya, dan bertambah pula nilai Mubarok di sisi dia.
Kebetulan majikan tadi mempunyai seorang anak perempuan yang banyak dilamar oleh orang. Ia mengatakan, “Wahai Mubarok, menurutmu siapa yang pantas memperistri putriku ini?”
“Dulu orang jahiliyah menikahkan putri mereka lantaran keturunan. Orang Yahudi menikahkan karena harta, sementara orang Nashrani menikahkan karena keelokan paras. Dan umat Islam menikahkan karena agama. Maka seyogyanya anda mencarikan ia suami yang agamanya baik.. ” jawab Mubarok.
Sang majikan kembali dibuat takjub dengan jawaban ini. Akhirnya majikan tadi pergi dan memberitahu isterinya, katanya, “Menurutku, tidak ada yang lebih pantas untuk putri kita selain Mubarok.”
Mubarok pun kemudian dinikahkan dengan putri majikan tersebut. Di kemudian hari isteri Mubarok ini melahirkan Abdullah bin al-Mubarok; seorang alim dan zuhud, pakar hadits sekaligus mujahid. Sampai-sampai Al-Fudhoil bin ‘Iyadh mengatakan, “Demi pemilik Ka’bah, kedua mataku belum pernah melihat orang yang semisal dengan Ibnu al-Mubarok.”
Semoga kita dapat mencontoh sikap jujur dan kehati-hatian Mubarok ini. Amiinn…
0 komentar:
Posting Komentar