Jumat, 25 Maret 2011

Ghuraba Tapi Gaul (bagian 2/2 - habis)

Kapan ‘Uzlah lebih Utama?
Uzlah bisa lebih utama di banding bergaul dengan masyarakat jika kerusakan telah merata dan celah untuk melakukan perbaikan sangat sempit dan sulit. Justru yang terjadi adalah para da’i itu yang tertimpa fitnah, bencana, dan kerusakan. Sedangkan para da’i pun tidak mampu membendung itu semua. Inilah pandangan yang diikuti mayoritas ahli zuhud seperti Ibrahim bin Ad-ham, Sufyan ats Tsauri, Daud ath Tha’iy, Fudhail bin ‘Iyyadh, Bisyr al Hafy, dan lain-lain. Imam an Nawawi pun membuat bab dalam Riyadhus Shalihin-nya berjudul, Dianjurkannya Uzlah ketika zaman telah rusak atau takut tertimpa fitnah dunia, hal-hal haram, syubhat, dan lain-lain (Ibid, hal. 181)
Hujjah (argumentasi) kelompok ini adalah Allah Ta’ala berfirman: “Maka bersegeralah kembali kepada Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS. Adz Dzariyat: 50)
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa, kaya (hati), dan tersembunyi.” (HR. Muslim)
Dari Abu Said al Khudri radhiallahu ‘anhu ia berkata, bertanyalah seorang laki-laki, ‘Manusia apa yang paling utama ya Rasulullah?’, Beliau menjawab, “Mu’min yang berjihad dengan dirinya dan hartanya.” Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, “Seseorang yang uzlah menuju celah bukit lalu ia menyembah Rabbnya.” Dalam riwayat lain, “Ia meninggalkan manusia karena keburukannya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Umar radhiallahu’anhu berkata, “Ambil-lah bagian untuk kalian ber- ‘uzlah.”
Daud ath Tha’iy rahimahullah berkata, “Hindarilah manusia sebagaimana engkau lari dari singa.”
Saad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku ingin andai saja antara diriku dan manusia ada sebuah pintu besi, sehingga tak seorang pun berbicara denganku dan aku pun tidak bicara dengannya, hingga aku berjumpa dengan Allah.”
 Manfaat Bergaul Dengan Manusia
Imam Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin menyebutkan beberapa kentungan bergaul dengan manusia:
1. Belajar dan mengajar
Ar Rubayyi bin Khaitsam berkata, “Belajarlah lalu uzlah-lah, karena ilmu itu merupakan dasar agama. Tidak ada kebaikan dalam uzlahnya orang-orang awam.”
Seorang ulama ditanya, “Apa pendapatmu tentang uzlahnya orang bodoh?”
 Dia menjawab, “Itu sama dengan kehancuran dan bencana.”
 Orang itu bertanya lagi, “Lalu bagaimana dengan uzlahnya orang berilmu?”
            Ulama tersebut menjawab, “Engkau tidak perlu peduli dengannya. Biarkan saja uzlahnya itu. Dia sendiri yang menanggung penderitaan dan kenistaannya. Dia menolak minum air segar, hanya minum dari daun-daun kering hingga berjumpa dengan Allah.”
Sedangkan mengajarkan ilmu adalah salah satu amal paling utama dalam Islam, sebagaimana mencari ilmu.
 2. Mengambil dan Memberi Manfaat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. “ (HR. Muslim)
Hadits ini tidak bisa kita amalkan tanpa bergaul dengan manusia, dan Rasulullah sendiri menegaskan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya (anfa’uhum linnas).
 3. Melatih diri sendiri dan membimbing orang lain
Bergaul dengan manusia merupakan sarana berlatih kesabaran, menata jiwa dan emosi, serta menundukan hawa nafsu, karena ia harus menghadapi berbagai karakter manusia. Adapun membimbing manusia sama halnya dengan mengajarkan ilmu kepada mereka, dengan segala macam bentuk dan kendalanya.
 4. Mendapat pahala dan Membuat orang lain mendapat pahala
Bergaul dengan manusia membuat anda dapat saling mengunjungi, menjenguk orang sakit, mengurus jenazah, memenuhi kebutuhan, mengundang jamuan makan atau mendatangi undangan. Ini semua tentu tidak syak lagi adalah ladang amal shalih yang memiliki ganjaran yang besar di sisi Allah ‘Azza wa Jalla bagi pelakunya atau orang lain.
 5. Tawadhu
Sifat ini tidak akan muncul jika seorang menyendiri. Bisa jadi uzlah dilakukan karena kesombongan, merasa bersih, dan suci, sedangkan orang lain kotor dan rusak. Itulah yang membuatnya hilang ketawadhuan dan husnuzh zhan dengan manusia.
Terakhir, Imam Asy Syafi’i radhiallahu ‘anhu pernah berkata, “Mengisolir diri dari manusia bisa mendatangkan permusuhan dan membuka diri kepada manusia bisa mendatangkan keburukan. Tempatkan dirimu di antara mengisolir dan membuka diri. Siapa yang mencari selainnya maka dia tidak tepat, dia hanya mau tahu terhadfap dirinya semdiri dan dia tidak layak membuat ketetapan untuk orang lain.”
 Wallahu A’lam walillahil ‘Izzah
Oleh: Ust. Farid Nu'man

0 komentar:

Posting Komentar